Sri Mulyani: Perang Dagang Trump Bukan Mainan

tisubodas
0

Menteri Keuangan Sri Mulyani berbicara tentang keputusan tariff impor yang diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump. Kebijakan ini menyulut kembalinya perselisihan perdagangan.

Konflik ini dimulai saat Trump menginformasikan penambahan tariff sebanyak 10% atas produk-produk impor dari Tiongkok mulai tanggal 1 Februari 2025, disusul oleh pemberlakuan tarif 25% bagi barang-barang masuk dari Meksiko serta Kanada. Langkah tersebut menimbulkan respon tegas dari berbagai negera yang terpengaruh.

China merespons dengan meningkatkan tariff sebesar 15% untuk impor batubara dan LNG dari AS, serta tambahan tariff 10% pada produk minyak mentah, peralatan peternakan, dan mobil. Sementara itu, Kanada dan Meksiko juga ikut mengambil tindakan dengan memberlakukan bea masuk balasan atas beragam komoditas yang berasal dari negeri Paman Sam tersebut.

"Jika umumnya kita mendengar tentang peperangan militer, kini yang berlangsung adalah perang perdagangan. Apabila suatu negara menaikkan tarif dengan cara tunggal sendiri, negara lain juga akan membalas," ujar Sri Mulyani pada Konferensi Pers APBN KiTa, Kamis (13/3).

Sri Mulyani mencatat bahwa keputusan Trump mendapat respon dari Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau, yang turut menerapkan tariff 25% pada beberapa barang impor dari Amerika Serikat. Menurutnya, tindakan bertukar sanksi semacam ini memiliki potensi untuk berlanjut.

"(Presiden Trump) akan mengambil tindakan kembali. Oleh karena itu, ini merupakan indikasi bahwa dia serius," kata Sri Mulyani.

Sri Mulyani menyatakan bahwa pada tanggal 10 Februari 2025, Trump meningkatkan tariff baja dan aluminium hingga 25%. Menurutnya hal tersebut pasti akan memicu respons yang tidak baik. "Ini tentunya akan menciptakan dampak buruk," tuturnya.

Sri Mulyani mengkritisi pengaruh keputusan tersebut terhadap sistim ekonomi dunia yang semula didasarkan pada peraturan bersama. rule-based multilateralism Menurut dia, kecenderungan tersebut memiliki potensi untuk merombak pola perdagangan global serta membawa ketidakstabilan bagi negara-negara sedang membangun, seperti halnya Indonesia.


"Unilateralisme atau tindakan oleh sebuah negara yang secara kebetulan adalah negara terbesar serta paling kuat di planet ini dan mendominasi, hal ini berubah menjadimPid
صند aturan permainan tersebut Jadi, yang awalnya berbasis aturan multilateral kini bergantung pada keputusan unilateral negara," jelas Sri Mulyani.

"Sementara jika suatu negeri menjadi kuat dan berpengaruh, ia mampu menentukan peraturan sesuai dengan langkah-langkah dan kebutuhan negerinya sendiri," jelasnya.

Sri Mulyani menyebutkan bahwa salah satu efek besar yang disesali ialah gangguan pada ekspor Indonesia, khususnya menuju negeri-negeri yang secara langsung terjerat dalam pertarungan perdagangan tersebut. Cina, sebagaimana merupakan mitra bisnis pokok bagi Indonesia, saat ini mesti bertahan melawan peningkatan bea masuk dari AS, hal yang bisa merosotkan kemampuan bersaing barang-barang mereka di pangsa dunia.

Posting Komentar

0 Komentar

Silahkan berkomentar biar rame :D

Posting Komentar (0)
To Top