Menyelami Keajaiban Teratai Biru: Bunga Suci dari Mesir Kuno Yang Menggema di Indonesia

tisubodas
0

- Teratai biru merupakan tanaman bunga indah yang telah dikenali selama beribu-ribu tahun lamanya, terlebih lagi dalam peradaban Mesir Kuno. Tanaman tersebut kerap tampil pada cat mural pura dan patung-patung dengan motif hieroglyph, bahkan petal dari bunganya juga dapat dipergunakan untuk mendandani mumi sang Raja Tutankhamun. Oleh karena itu, tidak sedikit individu percaya bahwa tanamannya memiliki daya magis tertentu—bahkan diklaim bisa menciptakan sensasi delusi atau mempengaruhi persepsi spiritual seseorang secara mistika.

Tapi benarkah demikian?

Mahasiswa antropologi dari UC Berkeley yang bernama Liam McEvoy memilih untuk menyelidiki kebenaran tersebut. Temuan studinya malah membongkar kenyataan yang tak terduga serta bertentangan dengan apa yang sudah lama diterima orang.

Teratai biru atau Nymphaea caerulea merupakan ragam teratai air yang dahulu berkembang biak di seluruh Sungai Nil di Mesir. Pada zaman Mesir Kuno, tanaman ini dipandang sebagai simbol keramat. Bunga tersebut biasanya disandingkan dengan dewi kelimpahan dan pesona, Hathor. Saat perayaan agama berlangsung, bunga ini dimasukkan dalam banyak upacara penting, termasuk Festival Mabuk Hathor, di mana individu mengonsumsi anggur hingga mereka merasa mabuk lalu "melihat" sang dewi Hathor melalui visinya mereka.

Penelitian McEvoy: Dari Film Dokumenter hingga Lab

Segala sesuatu dimulai saat McEvoh belum lulus SMA dan menyaksikan sebuah dokumenter bernama Sacred Weeds oleh BBC. Dalam film tersebut, partisipan mendapatkan anggur yang telah ditambahkan dengan petal bunga teratai biru, kemudian diamati untuk melihat apakah mereka akan merasakan pengaruh hallucinogenik.

McEvoy menjadi penasaran lalu bertanya, "Apakah benar bunga ini mampu membuat seseorang melihat fenomena gaib?" Setelah berkuliah di Universitas California, Berkeley, dia mulai fokus pada penelitian tentang tanaman tersebut. Dia belajar untuk mendekripsi hieroglyphs, menyimak naskah-naskah tua dari Mesir, hingga secara online mencoba menemukan spesimen autentik tumbuhan itu — sampai suatu hari ada yang mengklaim memiliki teratai biru sejati di Arizona.

Tanaman tersebut dikirmkan ke Universitas California di Berkeley dan usai dicek oleh pakar botani, ternyata memang benar: ini adalah spesimen autentik Nymphaea caerulea! Sekarang tanaman itu berkembang biak di taman botani kampus Berkeley serta menjadi satu-satunya contoh yang tercatat masih hidup dalam koleksi perguruan tinggi Amerika Serikatera.

Hasil Evaluasi: Mana yang Autentik,Mana yang Tiruan?

McEvoy dan timnya pun turut memesan bunga melalui platform daring. Barang tersebut sering kali dipasarkan sebagai teh, ekstrak aroma terapeutik, hingga cairan untuk perangkat vaping, dengan janji dapat meredakan pikiran, meningkatkan kualitas tidur, ataupun mendatangkan pengaruh spiritual.

Namun, melalui kolaborasi dengan seorang profesor kimia serta peralatan modern seperti spektrometri massa, McEvoy menyadari bahwa bunga yang dijual secara daring tidak benar-benar merupakan blue lotus. Bunga autentik ini memiliki kandungan zat aktif berupa nuciferine, yang mampu memberikan dampak psikoaktif lemah. Sementara itu, bunga dari toko online umumnya hanyalah teratai biasa yang tak mempunyai sifat semacam itu.

"Saya ingin memperbaiki informasi yang keliru. Ada banyak barang yang dipasarkan dengan janji menggiurkan tetapi bahan utamanya tidak sesungguhnya," jelas McEvoy.

Bagaimana Orang Mesir Menggunakannya?

Banyak yang meyakini bahwa penduduk Mesir kuno hanya mencelupkan bunga tersebut ke dalam anggur lalu minum secara langsung untuk mendapat dampak psikoaktifnya. Namun, berdasarkan temuan riset McEvoy, hal itu kurang tepat.

ternyata, senyawa nuciferine sulit larut dalam anggur. Oleh karena itu, para penduduk Mesir mungkin pertama-tama menggunakannya minyak untuk mengekstraksi kandungan aktif dari bunganya. Baru setelahnya, minyak tersebut dicampurkan ke dalam anggur.

Menurut McEvoy, mereka mungkin terlebih dahulu menyiapkan minyak infused sebelum mencampurnya dengan anggur pada prosesi ritual tersebut.

Hal ini mempengaruhi cara kita melihat warisan lama Mesir. Ini menunjukkan bahwa mereka mungkin sangat mahir dalam pengolahan bahan-bahan nabati melebihi apa yang sebelumnya kita bayangkan.

Menelusuri Ciri Kimiawi pada Gelas Tua

McEvoy belum berakhir usahanya. Kini dia tengah menyelidiki suatu kendi yang sudah berumur 3.000 tahun dan tersimpan di Museum Universitas California, Berkeley. Dia menginginkan penemuannya dapat mencermati petunjuk lemak atau minyak yang akan membuktikan hipotesisnya tentang penggunaan bunga nilam biru tersebut.

Dengan timnya, dia juga akan menerapkan metode kimia tingkat lanjut berupa kromatografi cair guna memecah komposisi kimia pada bunga dengan lebih rinci serta menentukan zat-zat mana yang memberikan keunikan pada blue lotus tersebut.

McEvoy berkeinginan agar temuannya dapat membuktikan kepentingan merangkul ilmu-ilmu alam (misalnya kimia) bersama-sama dengan disiplin ilmu humaniora (sebagaimana sejarah dan antropologi).

"Dalam studi semacam ini, kita harus memiliki orang yang mengerti tentang manusia dan kebudayaan, tidak sekadar angka atau finansial," ungkapnya.

Posting Komentar

0 Komentar

Silahkan berkomentar biar rame :D

Posting Komentar (0)
To Top