Respon Terhadap Kenaikan Tarif Impor Trump, API dan APSYFI Minta Pemerintah Lakukan 4 Hal Ini

tisubodas
0

.CO.ID – JAKARTA Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, sekali lagi memicu perubahan dalam kebijakan perdagangan yang tegas melalui implementasi bea masuk terhadap sejumlah negara yang memiliki neraca perdagangan defisit dengan AS.

Indonesia termasuk dalam daftar negara yang menghadapi tarif impor tambahan, mencapai angka sebesar 32%, dengan kebijakan ini bakal dijalankan per tanggal 9 April 2025. Negara-negara Asia lainnya pun tidak luput dari incaran tersebut, misalnya saja Vietnam (dengan persentase kenaikan 46%), Kamboja (naik hingga 49%), Tiongkok (menjadi 34%), serta Taiwan (mengalami peningkatan menjadi 32%).

Sektor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) adalah salah satu industri terbesar dalam mengekspor barang ke Amerika Serikat. Pada bulan Februari tahun 2025, peningkatan ekspornya mencapai angka US$ 17,4 juta.

Sehubungan dengannya, Asosiasi Pertextilan Indonesia (API) bersama dengan Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) mengatakan bahwa keputusan tarif balasan dari Trump pasti akan memiliki dampak langsung terhadap sektor industri tekstil dan pakaian dalam negeri.

"Kondisi ini terjadi pula akibat defisit perdagangan antara AS dan kami mencapai US$ 17 miliar. Oleh sebab itu, kami masuk ke dalam daftar sasarannya," ungkap Ketua Umum API Jemmy Kartiwa saat memberikan keterangan pada konferensi pers virtual, Jumat (4/4).

Selanjutnya, Jemmy menyebutkan bahwa adanya tarif balasan yang berlaku untuk beberapa negara tersebut dapat memicu ketakutan akan menjadikan Indonesia sebagai tujuan utama impor produk dari China, India, Vietnam, Bangladesh, termasuk juga Myanmar dan Kamboja.

Berdasarkan hal tersebut, API serta APSyFI mengidentifikasi empat poin untuk pemerintah:

1. Segera mengimplementasikan peraturan untuk melindungi industri lokal dengan menjamin pasarnya dari ancaman produk yang diimpor secara massal.

2. Mempertahankan kebijakan persetujuan teknis untuk pengaturan impor dan mempertahankan TKDN. Kami tekankan bahwa ekspor ke AS tidak ada kaitannya dengan aturan impor dan TKDN yang saat ini berlaku.

3. Pemerintah harus menghadapi perang tariff dengan menyusun kebijakan tariff yang tepat, bukan dengan memindahkan fokus ke masalah NTM (Tata Niaga Non-Bea Masuk) atau NTB (Hambatan Non-Bea Masuk).

4. Menjaga sektor industri berbasis kepadatan pekerjaan yang amat vital untuk menyerap lebih banyak tenaga kerja serta memperkuat kemampuan masyarakat dalam hal pembelian barang.

Jemmy selanjutnya membahas tentang pola pemutusan hubungan kerja yang sudah berlangsung di Indonesia dalam beberapa hari terakhir.

Apabila Pemerintah tidak cepat mengambil tindakan untuk mencegah dampak dari kebijakan tersebut, bisa jadi sektor industri tekstil dan pakaian akan melemah dan hal itu dapat memperburuk situasi pengangguran masal.

" Kami menyerukan agar pemerintah segera merilis peraturan untuk mendukung perlindungan industri lokal dengan cara menjaga pasar dari ancaman produk luar negeri," katanya tegas.

Selain itu, Jemmy mengharapkan bahwa pemerintah Indonesia dapat dengan cepat mendirikan sebuah tim negosiator yang akan bertemu dengan pihak pemerintahan Amerika Serikat untuk merumuskan langkah-langkah dalam rangka mengurangi defisit perdagangan di Amerika Serikat.

"Kebijakan pemerintahan Trump sangat terlihat tuhannya. Oleh karena itu, kami mengharapkan bantuan dari pemerintah kita sendiri supaya dapat membentuk sebuah tim negosiator, kemudian pergi ke Amerika Serikat dan bertemu dengan pihak pemerintahan Trump. Kami ingin mendiskusikan tentang langkah-langkah apa saja yang dapat diambil oleh pemerintah Indonesia agar dampak dari kebijakan tariff sebesar 32%, yang akan mulai efektif pada tanggal 9 April nanti, tidak begitu memberatkan bagi hubungan perdagangan kedua negara," urai Jemmy.

Posting Komentar

0 Komentar

Silahkan berkomentar biar rame :D

Posting Komentar (0)
To Top