, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan sebab kediaman mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (RK) menjadi tempat pengeledahan pertama oleh para penyidik.
Berikut adalah informasinya: pencarian di kediaman RK berkaitan dengan kasus dugaan tindak pidana korupsipenempatan iklan oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk., yang lebih dikenal sebagai BJB (BJBR).
Adalah, tempat tinggal Ridwan Kamil diserang oleh penyidik pada hari Senin (10/3/2025). Properti ini merupakan bagian dari 12 titik pencarian yang dilakukan antara tanggal 10 hingga 12 Maret 2025 dengan tujuan mengumpulkan bukti terkait dugaan kasus korupsi di BJB tersebut.
Modus Penipuan di BJB: Dana Iklan Sebesar Rp409 Miliar, Rp222 Miliar Dianggap Palsu
Plh atau Pelaksana Harian Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo menyampaikan bahwa tim penyidik dari Komisi Antirasuah telah melakukan penggeledahan di kediaman Ridwan setelah menerima beberapa bukti yang menuntun mereka ke arah rumah sang politikus Partai Golkar tersebut.
Namun, Budi mengatakan bahwa urutan rumah atau lokasi yang diserang oleh KPK ditetapkan secara acak. "Sesungguhnya melakukan pengecekan acak merupakan suatu keputusan saya sebagai Ketua Satuan Tugas yang mengurus kasus itu. Orang yang menjadi fokus utama pemeriksaan saya sebenarnya adalah rumah milik saudara RK," ungkapnya saat memberikan keterangan kepada jurnalis dalam konferensi pers, Kamis (13/3/2025).
: KPK Resmi Jadikan Mantan CEO BJB Sebagai Tersangka Dalam Skandal Suap Iklan
Budi menolak untuk mengungkapkan jenis bukti apa yang berhasil diambil dari rumah Ridwan, serta tempat lainnya selama proses pencarian berlangsung selama tiga hari.
Sering kali informasi yang kami peroleh berkaitan dengan berkas-berkas serta rekam jejak mengenai biaya-biaya tidak langsung. budgeter tersebut," terang Budi.
: KPK Razia Kantor BJB, Buru Bukti Terkait Dugaan Suap dalam Proyek Periklanan
Untuk diketahui, KPK telah menetapkan lima orang tersangka pada kasus dugaan korupsi pengadaan iklan di BJB. Dua di antaranya adalah internal BJB yakni mantan Direktur Utama BJB Yuddy Renaldi (YR) serta Pimpinan Divisi Corporate Secretary (Corsec) BJB Widi Hartono (WH).
Tiga orang tersangka lainnya merupakan pengendali agensi yang mendapatkan proyek penempatan iklan BJB di media massa yaitu Ikin Asikin Dulmanan (ID), pengendali agensi Antedja Muliatama (AM) dan Cakrawala Kreasi Mandiri (CKM); Suhendrik (S), pengendali agensi BSC Advertising dan Wahana Semesta Bandung Ekspress; serta Sophan Jaya Kusuma (SJK), pengendali agensi Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB) dan Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB).
Budi menyatakan bahwa BJB mengeksekusi pengeluaran selama tahun 2021 hingga 2023 terkait dengan biaya operasional non-promosional umum serta pembelanjaan produk perbankan yang berada di bawah naungan Divisi Corsec. Jumlah totalnya sebesar Rp409 miliar.
Pemasangan iklan diselenggarakan oleh seluruh enam perusahaan untuk menampilkan iklan di berbagai saluran seperti TV, surat kabar dan digital. Ketiganya adalah pelaku utama dari perusahaan-perusahaan tersebut, dengan setiap individu mengontrol dua perusahaan yang berhasil mendapatkan kontrak pemasangan iklan di BJB.
"Sembilan perusahaan tadi dengan jelas setiap satu mendapat dana dari PT CKMB sebesar Rp41 miliar, lalu CKSB senilai Rp105 miliar, PT AM berjumlah Rp99 miliar, PT CKM mencapai Rp81 miliar, PT BSCA totalnya Rp33 miliar, serta PT WSBE sebanyak Rp49 miliar," katanya demikian.
Dalam tahap investigasi, KPK mengungkap bahwa tugas keenam perusahaan tersebut hanyalah memasang iklan di suratkabar sebagaimana yang diminta oleh BJB. Pengilihan perusahaan-perusahaan ini dipertanyakan karena bisa saja telah melanggar aturan tentang pembelian barang dan layanan.
Sebaliknya, alokasi dana senilai Rp409 miliar untuk kegiatan periklanan tersebut tidak berjalan efisien. Dari jumlah keseluruhan yang dialokasikan, baru kira-kira Rp100 juta saja yang benar-benar terpakai untuk tujuan pemasangan iklan.
Belum lagi kita lakukan pelacakan mendalam terkait dana senilai Rp100 miliar itu, tetapi jumlah yang tak riil atau palsu kira-kira sudah pasti mencapai sekitar Rp222 miliar dalam rentang waktu 2,5 tahun seperti dijelaskan oleh Budi.
Pada fase investigasi, KPK menyimpulkan bahwa jumlah uang sebesar Rp222 miliar digunakan untuk keperluan yang tidak termasuk dalam anggaran resmi atau disebut juga sebagai biaya non-budgeter. Dalam kasus ini, tersangga Yuddy serta Widi dicurigai telah berkolaborasi dengan keenam perusahaan agen tersebut guna mengumpulkan dana non-budgeter tersebut.
"Terakhir, telah disusun sebuah sistem penempatan iklan dimana PT BJB dapat secara langsung meletakkannya pada media, meskipun dikelola oleh pihak agensi dengan tujuan untuk mendapatkan jumlah tersebut selama kira-kira 2,5 tahun atau setara denganRp222 miliar," jelas Budi.
Beberapa tindakan yang bertentangan dengan undang-undang yang disinyalir dilakukan oleh KPK mencakup penunjukan yang tidak sesuai dengan pedoman internal BJV serta regulasi agensi yang berhasil mendapatkan kontrak proyek.
Saat ini, KPK sudah mengambil beberapa tindakan termasuk pencarian dan penyitaan serta mencegah lima orang yang dicurigai itu untuk pergi ke luar negeri.
Silahkan berkomentar biar rame :D